Informasi dari sejumlah sumber terpercaya menyebutkan adanya “benalu” yang menikmati aliran dana APBN di balik proyek tersebut. Ironisnya, kepala sekolah hanya dijadikan tameng ketika muncul persoalan hukum di kemudian hari.
“Benar, seharusnya proyek itu dikerjakan swakelola oleh pihak sekolah. Tapi kenyataannya ada kelompok tertentu yang mengatur semua. Kepala sekolah hanya jadi formalitas, sementara pihak lain yang mengatur dan menikmati keuntungan,” beber salah seorang narasumber di salah satu warkop.Selasa (9/9/2025).
Lebih jauh, sumber tersebut mengungkapkan adanya semacam “struktur bayangan” dalam pengelolaan proyek. Setiap sekolah yang mendapat anggaran, disebut-sebut dikelola oleh tiga orang yang berperan bak “ketua kelas” dalam membagi-bagi proyek.
“Jadi ada yang berperan seperti operator utama. Kepala sekolah mau tidak mau harus tunduk, karena katanya ada arahan dari atas. Kalau nanti ada masalah hukum, ya kepala sekolah yang diminta bertanggung jawab. Padahal yang menikmati bukan dia,” tegasnya.
Kepala Sekolah SMPN 3 Lilirilau ketika dimintai keterangan oleh awak media tidak lama ini tak menampik adanya pihak ketiga yang mengelola proyek di sekolahnya. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa skema pengelolaan dana renovasi sekolah jauh dari konsep swakelola yang diatur.
Praktik seperti ini dinilai berbahaya dan bisa merugikan negara. Aparat Penegak Hukum (APH), baik Tipikor Polres Soppeng maupun Kejaksaan Negeri Soppeng, didesak untuk turun tangan melakukan investigasi menyeluruh.
Pasalnya, jika dibiarkan, proyek yang seharusnya mendukung peningkatan kualitas pendidikan justru berpotensi menjadi ladang bancakan oknum tertentu untuk keuntungan pribadi.
(Firman)
