Pasalnya, pelaksana proyek tersebut diduga menggunakan batu alam atau batu yang diambil langsung dari sekitar lokasi persawahan petani, alih-alih membeli material sesuai dengan spesifikasi anggaran.
Ketua P3A Pallae, Andi Sainuddin, saat dimintai keterangan melalui WhatsApp, mengakui bahwa sebagian material berupa batu alam memang diambil dari lokasi sekitar.
”Iye kami gunakan sebagian batu alam dikarenakan tambang batu di Soppeng banyak yang tidak aktif sementara masa tenggang kegiatan tinggal beberapa hari lagi,” katanya melalui sambungan seluler WhatsAppnya, Rabu (4/12).
Namun, alasan ini justru menuai kritik dari beberapa pihak. Seorang sumber yang meminta namanya tidak disebutkan, menilai bahwa langkah tersebut adalah bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip penggunaan dana publik.
”Ini jelas menyalahi aturan. Anggaran sebesar itu seharusnya digunakan sesuai dengan spesifikasi, bukan mencari jalan pintas. Jika tambang batu tidak aktif, seharusnya pelaksana mencari solusi lain tanpa merugikan petani atau kualitas proyek,” tegasnya.
Menurutnya, tindakan ini bisa menjadi preseden buruk dalam pengelolaan dana publik.
”Dana ini bukan milik pribadi. Semua penggunaan harus transparan dan sesuai dengan perencanaan awal. Penggunaan batu alam dari area lokal tanpa izin resmi bisa dianggap sebagai bentuk penyimpangan, apalagi jika dampaknya merugikan masyarakat,” jelasnya.
Seiring dengan polemik yang muncul, masyarakat berharap agar instansi terkait segera melakukan audit dan memastikan penggunaan anggaran sesuai prosedur.
(Firman)