Soppeng,- Ketikterkini.com | Program Bimbingan Teknis (Bimtek) yang melibatkan ratusan sekolah di Kabupaten Soppeng memicu sorotan keras dari aktivis antikorupsi. Agenda tiga hari di Hotel Dalton Makassar itu dinilai sarat pemborosan dan berpotensi melanggar prinsip efisiensi pengelolaan anggaran pendidikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kegiatan yang digelar 26–28 Oktober tersebut diikuti 254 Sekolah Dasar dan 38 SMP (total 292 sekolah). Anggaran kegiatan disebut mencapai lebih dari Rp1 miliar lebih dari APBD 2025, sementara setiap sekolah wajib mengirim satu perwakilan dengan biaya transportasi Rp850.000 per peserta, dibebankan ke dana BOS.
“Di tengah dorongan efisiensi anggaran, justru ada kegiatan yang dilaksanakan di hotel berbintang di Makassar. Ini terkesan boros dan tidak relevan dengan situasi fiskal daerah,”
ujar Gasali Makkaraka, SH, Ketua LSM Lidik Soppeng.
Hal senada diungkapkan Ketua LPKN, Alfred, yang menilai keputusan Dinas Pendidikan Soppeng sebagai langkah kontraproduktif.
“Kalau tujuannya meningkatkan kompetensi guru, kenapa tidak di Soppeng saja? Biaya bisa ditekan dan ekonomi lokal ikut bergerak. Ini seperti melecehkan potensi daerah sendiri,” tegasnya. Selasa, (4/11/2025).
Ia menambahkan, penggunaan dana BOS untuk transportasi peserta wajib menjadi perhatian serius.
Kedua aktivis antikorupsi itu sepakat meminta Inspektorat dan Kejaksaan Negeri Soppeng turun tangan melakukan penyelidikan.
“Kami mendesak audit menyeluruh. Mulai dari penggunaan APBD hingga dana BOS. Jangan sampai ini jadi modus baru pengurasan anggaran pendidikan,” kata Alfred.
Kendati demikian , Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Soppeng, H. Trus Nardi, mengakui kegiatan tersebut dan menyampaikan alasan pelaksanaan di luar daerah.
“Iya, ada sekitar 350 peserta dibiayai APBD lebih dari Rp1 miliar. Lokasi di Hotel Dalton Makassar karena tidak hanya Soppeng yang ikut dan kegiatan ini memang wajib,” jelasnya.
Pernyataan ini justru makin menguatkan kritik publik soal transparansi dan urgensi kegiatan.
Di tengah dorongan pemerintah pusat untuk menekan belanja perjalanan dinas dan kegiatan seremonial, program ini dinilai menciderai semangat efisiensi.
LSM berharap aparat hukum segera bertindak, bukan sekadar menunggu polemik mereda.
“Ini uang rakyat. Transparansi dan akuntabilitas wajib. Jangan sampai pendidikan dijadikan proyek tahunan berkedok peningkatan mutu yang terkesan menguntungkan kelompok tertentu ,” pungkas Gasali bersama Alfred.
Proses klarifikasi lanjutan kepada pihak panitia pelaksana dan instansi terkait masih terus diupayakan untuk memberikan ruang keberimbangan informasi lebih lanjut. " Bersambung "
(Firman)

