Soppeng,- Ketikterkini.com | Program Bimbingan Teknis (Bimtek) yang digelar Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng kini menuai tanda tanya besar. Kegiatan yang menelan anggaran lebih dari Rp 1 miliar dari APBD 2025 itu dipertanyakan oleh Ketua Lembaga Pemantau Korupsi dan Aparatur Negara (LPKN) Soppeng, Alfred Surya Putra.
Betapa tidak , kegiatan Bimtek yang dilaksanakan di Hotel Dalton Makassar dan diikuti oleh ratusan sekolah itu dinilai tidak hanya memberatkan, tapi juga berpotensi menjadi lahan bisnis terselubung bagi pihak-pihak tertentu.
“Pertanyaannya sederhana, apakah Bimtek ini memang wajib diikuti sekolah, atau justru dijadikan ajang bisnis oleh kelompok tertentu dengan dalih peningkatan mutu guru?” tegas Alfred, Kamis (6/11/2025).
Menurut Alfred, Bimtek tersebut bertolak belakang dengan semangat efisiensi anggaran yang selama ini digaungkan oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng. Terlebih, biaya per peserta dinilai tidak masuk akal , sekitar Rp 3 juta lebih per orang, ditambah lagi pungutan Rp 850 ribu yang dibebankan dari dana BOS sekolah.
“Selain terlalu mahal, kegiatan itu bahkan dipihak-ketigakan ke perusahaan luar Soppeng. Padahal, jika benar tujuannya untuk peningkatan kualitas tenaga pendidik, seharusnya bisa dikelola secara lokal dan transparan,” tambahnya.
Alfred menilai pola kegiatan seperti ini patut dicurigai karena rawan disusupi motif mencari keuntungan pribadi.
“Alih-alih fokus pada peningkatan kompetensi guru, kegiatan seperti ini justru terkesan diarahkan untuk menguras anggaran APBD dan BOS,” kritiknya .
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Soppeng, H. Trus Nardi, saat dikonfirmasi baru baru ini membenarkan bahwa kegiatan tersebut memang melalui pihak ketiga.
“Iya, memang harus dipihak-ketigakan karena anggaran yang digunakan sekitar Rp 1,2 miliar dengan peserta lebih dari 300 orang. Itu juga melalui e-catalog. Kalau anggarannya hanya Rp 200 jutaan baru bisa swakelola,” jelasnya.
Pernyataan itu justru memperkuat dugaan LPKN bahwa pelaksanaan Bimtek ini berpotensi menyimpang dari asas prioritas dan asas manfaat.
LPKN pun meminta Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan penelusuran dan audit menyeluruh terhadap kegiatan bernilai miliaran rupiah tersebut.
“Kami minta agar aparat terkait tidak tinggal diam. Setiap rupiah dari APBD dan dana BOS harus benar-benar dipertanggungjawabkan untuk pendidikan, bukan dijadikan bancakan oknum tertentu,” tegas Alfred menutup pernyataannya.
(Firman)

