Soppeng,- Ketikterkini.com | Proyek rehabilitasi kantor UPTD PPA Kabupaten Soppeng kembali menuai sorotan. Bukan hanya karena anggarannya yang mencapai miliaran rupiah, namun juga lantaran sikap pengawas proyek bernama Rengga yang diduga menghalangi tugas wartawan saat melakukan peliputan.
Insiden ini terjadi pada Senin (29/9/2025), ketika sejumlah awak media mencoba mendokumentasikan jalannya pekerjaan proyek. Alih-alih transparan, Rengga justru mengeluarkan pernyataan yang dinilai intimidatif, bahkan melarang wartawan mengambil gambar tanpa izin darinya.
“Tidak boleh ada yang mengambil gambar proyek tanpa seizin dari kami. Kalau mau masuk, harus pakai APD dulu,” ujar Rengga di lokasi proyek.
Pernyataan ini sontak menimbulkan kecaman dari berbagai pihak. Ketua LSM Lembaga Pemantau Korupsi dan Aparatur Negara (LPKN) Soppeng, Alfred Surya Putra Panduu, mengaku sangat keberatan dengan sikap pengawas proyek tersebut. Ia menilai tindakan itu bukan sekadar melanggar etika, tetapi sudah mengarah pada upaya menghalangi tugas pers.
“Ini sudah tidak wajar lagi. Wartawan bekerja sebagai kontrol sosial. Kalau pengawas merasa keberatan proyeknya didokumentasikan, justru patut dicurigai ada sesuatu yang ditutupi. Itu bentuk intimidasi, sekaligus pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” tegas Alfred.
Lebih jauh, Alfred meminta aparat penegak hukum (APH) memberi perhatian khusus pada proyek rehabilitasi bernilai besar tersebut. Menurutnya, sikap pengawas yang terkesan alergi terhadap media bisa menjadi sinyal adanya dugaan penyalahgunaan anggaran di balik proyek itu.
Kebebasan pers dijamin konstitusi. Pasal 18 UU Pers dengan jelas menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi tugas wartawan dapat dikenai sanksi pidana. Jika benar terbukti, maka sikap Rengga bisa dikategorikan sebagai tindak pidana yang merusak prinsip keterbukaan informasi publik.
Alih-alih mendukung keterbukaan, sikap pengawas proyek justru mempertebal kecurigaan masyarakat. Proyek dengan dana besar seharusnya dikelola secara transparan dan akuntabel, bukan malah ditutup-tutupi dengan alasan sepele.
Kasus ini menambah panjang daftar keluhan masyarakat terkait proyek infrastruktur di Soppeng. Publik menanti langkah tegas dari pihak kepolisian dan kejaksaan untuk menyelidiki, bukan hanya dugaan intimidasi wartawan, tetapi juga kemungkinan adanya praktik penyimpangan anggaran.
Jika tidak, proyek rehabilitasi kantor UPTD PPA Soppeng akan meninggalkan citra buruk: menghabiskan anggaran miliaran, tapi dibangun di atas fondasi intimidasi dan kurangnya keterbukaan.
Penulis : Firman

