Aceh,- Ketikterkini.com | Ketika harapan masyarakat bertaut pada sebuah kepemimpinan baru, lahirlah energi segar yang mengguncang semangat lama. Penunjukan Saiful Bahri “Pon Yahya” sebagai Ketua Umum KONI Aceh periode 2025–2029 bukan sekadar pergantian jabatan. Ia adalah simbol buah dari harapan bahwa olahraga Aceh akan dibawa ke level yang lebih tinggi.
Dari Aspirasi ke Aksi: Momentum Terobosan
Berangkat dari kepercayaan publik yang tumbuh luas, Pon Yahya dihadapkan pada tugas besar: mewujudkan janji terobosan, bukan sekadar retorika. Di pundaknya terletak harapan bahwa pembinaan atlet menjadi lebih terstruktur, fasilitas olahraga menjangkau pelosok, serta sinergi dengan pemerintah daerah dan legislatif tak lagi sebatas wacana.
Ceulangiek (Wakil Ketua Komisi I DPRA) mengungkapkannya dengan tegas: dukungan DPR Aceh bukanlah seremonial belaka. Anggaran dan kebijakan yang berpihak sudah disiapkan agar rencana strategis KONI berjalan riil, langsung menyentuh atlet dan masyarakat.
Inklusif dan Kolaboratif: Rumah Bersama Dunia Olahraga
Pon Yahya “dipanggil” untuk menjadi figur jembatan — bagi atlet dari ibu kota hingga gampong terpencil, bagi cabor besar maupun olahraga alternatif. Semangat inklusivitas harus menjadi pilar: KONI Aceh bukan milik segelintir orang, melainkan laboratorium prestasi bersama.
Dukungannya tidak hanya dari sisi anggaran. Kejuaraan internal, pemusatan latihan regional, kompetisi antar kabupatèn, pembinaan usia dini — semuanya harus dijahit dalam satu visi tunggal. Ketika pembinaan merata, bakat dari dataran tinggi Aceh Tengah atau pesisir Timur akan punya kans yang sama.
Tantangan & Harapan: Ujung dari Sebuah Perjalanan
Mewujudkan terobosan tidaklah mudah. Ketergantungan pada dana, resistensi struktural, kultur birokrasi — semua bisa menjadi hambatan. Tapi di tangan Pon Yahya, dengan dukungan legislatif dan masyarakat, hambatan itu harus diberangus.
Kunci suksesnya ialah keberanian mengambil langkah berbeda — bukan sekadar memperbaiki, tetapi mentransformasi. Misalnya: digitalisasi pelaporan prestasi atlet, pembentukan “inkubator olahraga” di tiap kabupaten, menjalin kemitraan dengan sponsor lokal, hingga audit independen untuk menjaga transparansi.
Mari kita jadikan periode 2025–2029 bukan hanya masa kepemimpinan Pon Yahya, melainkan era baru olahraga Aceh: era prestasi, era kolaborasi, era kebanggaan rakyat. Bila semua bersatu — legislatif, eksekutif, KONI, klub, dan atlet — maka Aceh bisa berbicara lebih keras di pentas nasional dan internasional.

