Soppeng,- Ketikterkini.com | Isu penyalahgunaan dana desa kembali mencuat di Kabupaten Soppeng. Kali ini, sorotan mengarah ke Desa Enrekeng, Kecamatan Ganra, yang sempat dilaporkan oleh LSM atas dugaan penyelewengan anggaran. Namun, alih-alih proses hukum berjalan, laporan tersebut justru tercium berakhir "86"—istilah yang lazim digunakan untuk menyebut praktik suap-menyuap agar kasus dihentikan.
Sebelumnya, sejumlah media online ramai memberitakan adanya laporan dari LSM terkait penyalahgunaan anggaran di beberapa desa, termasuk Desa Enrekeng. Laporan tersebut bahkan telah meminta aparat penegak hukum (APH) untuk memeriksa Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) keuangan desa.
Namun, alih-alih ditindaklanjuti, kabar mengenai laporan itu perlahan meredup. Tak ada proses hukum yang terdengar, tak pula ada konfirmasi resmi dari aparat. Justru beredar informasi yang mengagetkan: para kepala desa yang dilaporkan disebut-sebut telah “mengamankan” laporan dengan menyetor uang sebesar Rp4 juta kepada oknum pelapor.
"Iye, sudah aman itu laporan. Kades sudah setor empat juta ke pelapor, termasuk juga Desa Enrekeng. Bangunan kantor desa itu yang dilaporkan, tapi sekarang sudah aman semua," ungkap salah satu sumber yang enggan disebutkan identitasnya.
Sayangnya, upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Enrekeng, Asdar, tidak membuahkan hasil. Hingga berita ini diterbitkan, Asdar tidak merespons panggilan dan pesan yang dikirimkan melalui WhatsApp, Senin (4/8/2025).
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen pemberantasan korupsi di tingkat desa. Jika benar ada “jual-beli” laporan, maka bukan hanya dana publik yang menjadi korban, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pengawasan.
Kita tentu berharap, aparat penegak hukum tidak tinggal diam menghadapi praktik-praktik semacam ini. Jika tidak segera ditindak, praktik "86" ini bisa menjadi preseden buruk bagi desa-desa lain yang seharusnya membangun dengan dana rakyat, bukan mengamankan diri dengan transaksi gelap.
( Firman)